Fipronil, Penyebab penarikan Puluhan ribu ton telur di Eropa
Artikel ini merupakan kelanjutan artikel saya sebelumnya yang membahas terkait fipronil pada produk pembasi kutu hewan kesayangan, Jika anda belum membacanya bisa >>KLIK INI<<. Pada artikel ini, saya akan lebih fokus pada kasus yang terjadi pada bidang perunggasan dalam hal ini telur. Harapannya dengan kejadian yang terjadi pada negara lain bisa menjadi bahan pelajaran bagi kita sehingga hal tersebut tidak terjadi
Sudah saya sebutkan sebelumnya, bahwa dampak pencemaran fipronil ini menyebabkan penarikan telur pada rak-rak swalayan hampir di 40 negara eropa. Adanya ksus ini menyebabkan kegaduhan politik antar negara tetangga Belgia, Belanda dan Jerman. Mereka menyalahkan satu sama lain akan siapa yang tahu apa dan kapan. Peternak ayam adalah pihak yang paling menderita, dan tentunya mereka menyalahkan industri kimia yang telah mengorbankan bisnis mereka dan membahayakan konsumen. Peternak tidak tahu jika produk yang digunakan adalah produk yang berbahaya yang dampaknya justru akan merugikan usaha mereka.
Komisi eksekutif Uni Eropa mengatakan bahwa telur yang terkontaminasi ditemukan di produsen telur pada 4 negara yaitu Jerman, Belgia, Perancis, dan Belanda. Parahnya, Telur serta hasil olahannya dari negara produsen tersebut telah terdistribusi jauh sampai ke Austria, Inggris, Denmark, Irlandia, Italia, Luxemburg, Polandia, Rumania, Slovenia, Slovakia, Swedia, Swiss dan Hong Kong.
Pihak yang berwenang pada otoritas Belanda menyebutkan bahwa telah menyelesaikan masah ini dengan melakukan penyerbuan terkoordinir antara otoritas Belgia di delapan lokasi di seluruh Belanda, dengan bantuan badan Europol dan Eurojust Uni Eropa. “Investigasi Belanda fokus pada perusahaan yang dituduh menggunakan fipronil, satu supplier Belgia dan satu perusahaan Belanda yang berkolusi dengan supplier Belgia,” ujar salah satu penyidik. Mereka dituduh membahayakan kesehatan publik dengan memasok dan menggunakan fipronil di kandang-kandang ayam petelur. Media Belanda menyebut perusahaan yang dituduh terlibat adalah ChickFriend, yang bergerak di bidang disinfeksi peternakan ayam, dan supplier Belgia-nya Poultry- Vision.
Poultry-Vision merupakan perusahaan pest control dari Belgia, yang menjual produk treatment-nya ke perusahaan pembersih kandang unggas Belanda, Chickfriend. Para peternak menggunakan jasa Chickfriend untuk melakukan disinfeksi kandang-kandang ayamnya.
Adanya kejadian ini membuat beberapa negara yang terkait saling menyalahkan. Belgia menyalahkan otoritas Belanda karena tidak segera membagikan informasi ketika menemukan penggunaan insektisida berbahaya dalam peternakan ayam petelur. Pihak Belgia mengatakan bahwa Belanda yang notabene merupakan salah satu eksportir telur terbesar dunia melakukan kesalahan fatal dengan tidak segera memberikan informasi semacam ini kepada negara lain, padahal kasus ini sudah mereka ketahui 1 tahun sebelum ramai isu.
Tidak berhenti sampai disitu, Jerman pun kemudian menyalahkan Belgia yang telah mengetahui perihal telur terkontaminasi ini sejak Juni. Namun Menteri Pertanian Belgia mengatakan pihaknya menunda pelaporan penemuan fipronil dalam telur karena level yang ditemukan jauh lebih rendah dari yang ditetapkan Uni Eropa.
Lembaga pengawas pangan Belanda, NVWA menjawab bahwa pihaknya tidak pernah menahan informasi tentang fipronil dalam telur. ”Tuduhan bahwa kami mengetahui fipronil dalam telur sejak November 2016 sama sekali tak benar,” ujar inspektur jenderal NVWA Rob van Lint. Lebih jauh ia mengatakan bahwa lembaganya menerima informasi penggunaan fipronil untuk mencuci kandang ayam untuk membasmi kutu merah. “Namun saat itu tidak ada satu pun indikasi bahwa fipronil bisa masuk ke dalam telur,” tambah van Lint.
Kutu Merah di Indonesia?
Di Indonesia yang lebih tropis sepertinya hama kutu merah ini tidak begitu bermasalah seperti di Eropa. Masalah yang paling utama pada unggas adalah penyakit Newcastle Diseases (ND) atau biasa disebut tetelo dan AI yang mulai merebak. Meski demikian, fipronil juga digunakan di Indonesia pada tanaman seperti untuk mengendalikan hama kutu daun dan trips pada tanaman cabai, hama rayap pada kelapa sawit dan hama penggerek pada tanaman padi.
Agar terhindar dari berbagai penyakit pada unggas seperti kutu merah dan lainnya, cara terbaik adalah dengan melakukan Good Farming Practices (GFP) yang diawali dari bibit ternak yang sehat, kandang yang bersih dan sehat, pembuangan kotoran yang baik, pembuangan kotoran yang baik, pakan yang sehat, lingkungan yang bersih dan higienis dan peternakan yang sadar akan biosecurity. Lingkungan peternakan yang tak sehat akan mengundang berbagai hama dan jalan keluarnya adalah dengan menggunakan bahan kimia untuk membasmi hama tersebut.
Kita perlu belajar dari Belanda yang pada akhirnya harus menutup 150 peternakan unggas karena terkontaminasi fipronil yang pada awalnya dimaksud untuk menghilangkan kutu merah.
Semoga bermanfaat…
Leave a Reply