Bicara soal anjing, pasti yang terlintas di pikiran kita adalah kesetiaan dan cinta yang mereka tampilkan. Tapi, tahukah kamu bahwa di balik keseharian yang hangat itu, ada ancaman misterius yang merayap di antara mereka? Yup, itu dia, Canine Distemper Virus (CDV). Sebuah penyakit serius yang bisa masuk ke tubuh anjing tanpa permisi, dan bikin kacau sistem pernapasan, pencernaan, urinaria, sampai ke pusat kehidupan mereka, sistem saraf pusat.
Ini bukanlah penyakit biasa. Distemper pada anjing itu serius, guys. Ini serangan multisistemik yang bisa nyaris merenggut kita dari sahabat setia kita. Meski bisa menghantui semua jenis anjing, namun yang paling rentan adalah yang masih muda, di bawah usia 12 bulan. Kenapa? Karena pada masa itu, pertahanan antibodi mereka menurun, stres lagi tinggi-tingginya, dan serbuan penyakit lain siap mengintai, siap menjatuhkan tubuh yang belum cukup kuat.
Di dunia mikroskopis, virus distemper itu bener-bener licik, guys. Mereka serang dengan kejam, bukan main! Mereka nggak cuma bawa penyakit, tapi juga ahli dalam ngebom sistem kekebalan anjing, bikin pintu masuk buat agen infeksi semakin lebar. Makanya, gak heran kalau penyakit ini bisa jadi penyebab tingginya tingkat kematian dan penderitaan, terutama di kalangan anjing yang belum divaksinasi.
Nah, tapi tenang, dalam artikel ini, kita bakal telusuri gimana CDV itu nyerang, dan gimana vaksinasi jadi pahlawan tak terlihat yang bisa bantu banget dalam perang melawan penyakit ini.
Nih, Pertama-tama: Pengetahuan Dasar
Penyakit Virus Distemper pada Anjing (CDV) itu bukan lelucon, guys. Ini salah satu penyakit yang bikin geger di dunia anjing. Penyakit ini bisa serang berbagai sistem tubuh anjing, dari pernapasan, pencernaan, urinaria, sampe ke otak (Sitepu et al., 2013). Meski bisa menyerang semua anjing, tapi risikonya lebih tinggi pada yang masih muda, khususnya yang di bawah usia 12 bulan (Suartha et al., 2008).
Nah, kenapa lebih berbahaya buat yang muda? Karena di usia itu, pertahanan antibodi dari induk udah mulai turun, stres lagi puncaknya pas masa pertumbuhan, dan resiko ketemu penyakit lain juga tinggi (Suartha et al., 2008). CDV juga punya sifat imunosupresif yang bikin sistem kekebalan anjing terganggu, jadi makin rentan deh sama infeksi (Erawan et al., 2008).
Kalau nggak divaksinasi, bisa berabe, nih. Kematian akibat penyakit distemper itu lumayan tinggi, khususnya buat yang nggak divaksinasi (Erawan et al., 2008). Makanya, penting banget nih, ngerti tentang penyakit ini dan ngasih vaksin yang tepat.
Eh, Tapi Gimana Sih CDV Itu?
CDV itu disebabkan oleh virus dari Genus Morbilivirus, yang masuk keluarga Paramyxoviridae. Virus ini kaya RNA, lho (Lamb dan Kolafkofsky, 2001).
Bagaimana Penularannya?
Jadi begini, distemper itu menyebar melalui partikel virus yang tersebar di udara, biasanya dari hewan yang terinfeksi (Siegmund, 2008; Sellon, 2005). Virus ini bisa ada dalam tubuh anjing yang terinfeksi selama beberapa bulan (Siegmund, 2008). Selain lewat udara, bisa juga menular lewat kontak langsung sama cairan tubuh hewan yang terinfeksi, jadi hati-hati, ya (Tilley & Smith, 1997).
Gimana Cara Kerjanya di Tubuh Anjing?
Saat distemper masuk ke tubuh anjing, mulai deh drama kejar-kejaran sama virusnya. Virus ini mulai nge-replikasi di dalam makrofag dan sel limfoid di saluran pernapasan atas. Terus, virus menyebar ke epitelium, dan terus-terusan nge-replikasi, sampai bikin makrofag bermigrasi ke tonsil dan limfonodus di bronkus. Selanjutnya, virus menyerang jaringan limfoid dan hematopoietik kayak limpa, thymus, dan sumsum tulang, bikin anjing jadi rentan banget sama infeksi (Koutinas et al., 2008).
Gejalanya kayak gimana sih?
Jadi, awalnya, anjing bisa keliatan ada masalah sama mata, batuk-batuk, susah napas, kulit dan perut bisa muncul pustula, terus gangguan pencernaan juga bisa (Sellon, 2005).
Menurut hasil penelitian dari Gurning et al. (2019), anjing yang kena distemper bisa keliatan ada ulkus di samping tubuh dan kaki belakang, terus kulit di telapak kaki juga bisa jadi lebih tebal.
Kalau anjingnya masih bertahan setelah infeksi awal, minggu berikutnya bisa muncul gejala syaraf. Ini biasanya berupa kejang di ekstremitas, kesulitan berdiri, sampe susah gerak-gerak kepala. Ini gejala dari virus distemper yang udah nyampe ke pusat saraf (Suartha et al., 2008).
Terus, Gmn Cara Nentuin Dia Kena Distemper?
Untuk nentuin kalau anjingnya kena distemper, kita butuh info dari anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Gejala distemper itu kadang mirip sama penyakit lain, jadi pemeriksaannya harus teliti. Salah satu cara diagnosisnya bisa lewat test-kit, pemeriksaan serum darah, sampe tes antibodi virus distemper pake uji neutralisasi, presipitasi, dan ELISA (Apple et al., 1994).
Lalu, Pengobatannya Gimana?
Sampai sekarang, belum ada pengobatan khusus yang bisa membasmi virus distemper. Jadi, terapi yang diberikan itu lebih ke penanganan gejala dan dukungan. Biasanya, kita kasih cairan buat ngelawan dehidrasi, antibiotik buat mencegah infeksi, dan vitamin B1 buat anjing yang gejalanya udah sampe ke syaraf (Gurning et al., 2019).
Oke, Gimana Cara Mencegahnya?
Menurut Spencer dan Borroughs (1992), kuncinya ada di vaksinasi. Vaksinasi itu harus dilakukan pas antibodi maternal mulai turun, dan harus diikutin sama booster setiap tahunnya. Tujuannya, biar anjing bisa terlindungi dengan optimal. Vaksinasi itu penting banget buat ngehindarin penyebaran penyakit ini di kalangan anjing.
Jadi, itulah cerita tentang Canine Distemper Virus (CDV) dan betapa pentingnya vaksinasi dalam melindungi sahabat setia kita dari ancaman penyakit yang mengerikan ini. Semoga dengan pengetahuan yang lebih dalam tentang distemper, kita bisa lebih waspada dan proaktif dalam merawat kesehatan anjing kesayangan kita.
Leave a Reply