Pemberian Urea Sebagai Tambahan Protein bagi Kambing dan Sapi
Kendala utama pada peternakan ruminansia di negara negara berkembang adalah rendahnya kualitas bahan pakan yang tersedia. Peningkatan nilai nutrien dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam metode pengolahan. Metode tersebut antara lain dapat dilakukan secara fisik dengan pemanasan, tekanan tinggi, penggilingan dan pencacahan. Metode kimiawi dapat dilakukan dengan asam atau alkali, secara enzimatis dengan penambahan enzim tertentu serta secara mikrobiologi dengan bantuan mikroorganisme atau kombinasi antar metode tersebut.
Salah satu metode yang sederhana dan mudah diaplikasikan adalah metode alkali dengan menggunakan urea sebagai bahan utama.Urea merupakan sumber nonprotein nitrogen (NPN) paling sering digunakan sebagai pengganti pakan protein sejati, karena dapat menekan biaya pakan ternak (Gonçalves et al., 2015). Sebagian besar urea yang diproduksi, digunakan pada bidang pertanian sebagai pupuk kimia (Seseray et al., 2013; Yanti et al., 2014). Namun, pada perkembangannya, urea juga digunakan pada bidang peternakan sebagai bahan pakan tambahan (EFSA, 2012). Urea telah digunakan sebagai bahan pakan tambahan pada ruminansia selama lebih dari 100 tahun (Kertz, 2010). Alasan digunakannya urea dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh dengan harga yang murah (McPherson and Witt, 1968; Stanton and Whittier 1998; Xin et al., 2010), namun demikian, penambahan urea dalam pakan yang dilakukan dengan tidak berhati hati dapat menimbulkan dampak negatif seperti turunnya palatabilitas pakan, terganggunya proses fermentasi dalam rumen (Rush et al., 1976) dan keracunan (Edjtehadi et al., 1978; Broderick et al., 1993; Sharma et al., 2017).
Urea dapat digunakan sebagai bahan tambahandalam berbagai cara dan bentuk seperti misalnya amoniasi (Shain et al., 1998; Van Soest, 2006; Soepranianondo et al., 2007), dicampur dengan molasses (Lawrence and Mugerwa, 1974; Hunter, 2012), urea molasses blok (Leng and Preston, 1984; Preston and Leng 1987; Forsberg et al.,2002), urea molasses mineral blok (Singh et al., 2010; Muralidharan et al., 2016) dan urea molasses multinutrient blok (Jayawickrama et al., 2013; Yanuartono et al., 2015).
Pengolahan bahan pakan dengan penambahan urea merupakan proses yang umum dilakukan terhadap bahan pakan berserat kasar tinggi dan bertujuan untuk meningkatkan asupan maupun kecernaan pakan berserat (Huntington and Archibeque, 1999). Tulisan ini bertujuan untuk merangkum dan menelaah sebagian hasil hasil penelitian terhadap manfaat maupun kemungkinan dampak negatif dari penggunaan urea sebagai bahan tambahan pada pakan ternak ruminansia.
STRUKTUR DAN SIFAT UREA
Urea atau biasa disebut karbamida adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus molekul CO(NH2)2 serta mengandung 46,7% nitrogen (Kurzer and Sanderson, 1956). Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan carbonyldiamine. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih, mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis (Lee et.al., 1995). Sifat higroskopis tersebut mengakibatkan metode penyimpanannya harus diperhatikan untuk menghindari kerusakan. Temperatur penyimpanan urea supaya tidak mudah rusak berkisar antara 10 300C dengan kelembaban relatif kurang dari 70%. Menurut Anonimusa (1983), 1 kg urea yang terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan 0,57 kg NH3. Hidrolisis urea (ureolisis) berlangsung seperti reaksi berikut:
NH2 (CO) NH2 + H2O → 2NH3 + CO2 (Sundstol and Coxworth, 1984).
Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2, dengan adanya molekul air, NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4 + dan OH (Bödeker et al., 1992). Senyawa NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH+ (Moraes et al., 2017), sehingga dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali (Chenost and Kayouli, 1997; Lam et al., 2001; Trach et al., 1998). Urea dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak karena gugus OH dapat memutus ikatan hidrogen antara oksigen pada karbon nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan lignohemiselulosa (Caneque et al., 1998).
SUMBER NONPROTEIN NITROGEN (NPN)
Nonprotein nitrogen (NPN) adalah istilah yang digunakan dalam nutrisi hewan untuk merujuk secara kolektif ke komponen seperti urea, biuret dan sejumlah senyawa amonia lainnya yang bukan protein tapi bisa diubah menjadi protein oleh mikroba dalam rumen (Panday, 2011; Tadele and Amha, 2015). Sebagian besar bakteri rumen menggunakan amonia sebagai sumber N mereka untuk pertumbuhan. Sekitar 80% sel mikroba N berasal dari amonia, akan tetapi protozoa dalam rumen tidak dapat menggunakannya (Bach et al., 2005). Semua NPN menghasilkan amonia di rumen yang kemudian masuk ke hati dan akhirnya diubah menjadi urea (Lapierre and Lobley, 2001; Altuntas, 2008; Tadele and Amha, 2015).Urea sebenarnya bukan merupakan satu satunya sumber NPN yang dapat diberikan sebagai pakan ternak ruminansia. Salah satu sumber NPN selain urea yang sering digunakan dalam industri peternakan adalah biuret ((CONH2)2NH) yang merupakan hasil kondensasi dari dua molekul urea (Hatfield et al., 1959; Singhal and Mudgal, 1980). Menurut (Fonnesbeck et al., 1975) biuret merupakan produk awal dari urea yang dilepas secara perlahan dalam rumen (slow release urea) yang telah diteliti dan digunakan dalam industri peternakan sekitar tahun 1970. Selanjutnya biuret biasa digunakan sebagai sumber NPN untuk ruminansia, tetapi jarang digunakan dalam industri ternak skala kecil karena mahal (Currier et al., 2004; TaylorEdwards et al., 2014; Bourg et al., 2015).
Kombinasi bahan pakan dengan urea sebagai sumber NPN yang dapat digunakan adalah produk amoniasi seperti amoniasi dengan penambahan molasses (King et al., 1957; Preston et al., 1976; Brown, 1990; Yitbarek and Tamir, 2014), amoniasi citrus pulp (Brown and Johnson, 1991; Rihani et al., 1993), amoniasi beet (Seiden and Pfander, 2013) dan garam ammonium seperti diammonium phosphate (DAP) (Helmer and Bartley, 1971; Saha et al., 2012; Meena et al., 2013) dan monoammonium phosphate (MAP) (Fisher, 1978; Islam et al., 2016). Meskipun memiliki kelemahan, namun sumber NPN yang paling umum digunakan pada pakan ternak adalah urea karena sumber NPN selain urea memiliki toksisitas lebih besar, biaya lebih tinggi dan palatabilitas lebih rendah (Dass and Kundu, 1994; Sarnklong et al., 2010).
Kelemahan dari penggunaan urea adalah kurang efisien jika dibandingkan dengan sumber bahan pakan lain yang mengandung protein sejati sehingga urea dalam rumen akan terdegradasi lebih cepat dari laju pemanfaatan amonia oleh bakteri rumen (Abdoun et al., 2006). Degradasi yang cepat tersebut juga mengakibatkan akumulasi dan absorpsi amonia dalam jumlah yang besar dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin (Golombeski et al., 2006; Broderick et al., 2009; Highstreet et al., 2010). Dengan demikian, pemanfaatan urea dalam industri peternakan sebagai degradable intake protein (DIP) akan mengakibatkan ekskresi N dari urin yang berlebihan (Wright, 1998) sehingga dikhawatirkan akan mencemari lingkungan (Castillo et al., 2000; VandeHaar and StPierre, 2006).
Leave a Reply