Pengaruh Cara Pemberian Pakan Dan Ampas Sagu Terfermentasi Terhadap Kinerja Ayam Pedaging

PENGARUH CARA PEMBERIAN PAKAN DAN AMPAS SAGU TERFERMENTASI TERHADAP KINERJA AYAM PEDAGING

PENGARUH CARA PEMBERIAN PAKAN DAN AMPAS SAGU TERFERMENTASI TERHADAP KINERJA AYAM PEDAGING

Sudah diketahui dan disepakati bahwa ayam mengkonsumsi pakan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhannya akan energi dan oleh karenanya, total konsumsi pakan akan ditentukan oleh kandungan energi dari pakan tersebut. Dalam hal kemampuannya untuk menentukan kebutuhan akan protein, laporan yang ada sangat beragam. Banyak peneliti (COWAN dan MICHIE, 1978; SINURAT dan BALNAVE, 1986; MASTIKA dan CUMMING, 1987) melaporkan bahwa unggas mempunyai kemampuan untuk memilih pakan berdasarkan kandungan protein atau komposisi asam aminonya. Burung sparrow telah ditunjukkan akan memilih pakan yang tidak mengandung protein dari pada pakan yang mengandung protein dengan imbangan asam amino yang sangat jelek (MURPHY dan KING, 1989). Namun SUMMERS dan LEESON (1979) menyatakan bahwa ayam pedaging tidak mempunyai kemampuan untuk memilih pakan berdasarkan kebutuhan nutrisinya. Sementara itu, HUGES (1979) melaporkan hasil yang bervariasi pada ayam petelur.

Perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut, mungkin karena adanya perbedaan kandungan mineral, energi, vitamin, dan atau komposisi asam amino antara pakan pilihan dan lengkap yang diberikan, yang mana tidak diuraikan dengan jelas. Telah dilaporkan bahwa kandungan mineral (kalsium, fosfor, seng) dan vitamin (tiamin, askorbat) dapat mempengaruhi total konsumsi pakan (HUGES, 1979; HOLCOMBE et al., 1976; HUGES dan DEWAR, 1971; KIRCHGESSNER et al., 1990; KULTU dan FORBES, 1983).

AMPAS SAGU JADI PAKAN AYAM BROILER

Untuk menguji kemungkinan kemampuan ayam untuk menentukan kebutuhannya akan protein, satu penelitian dengan pilihan pakan bebas, dimana diantara dua pakan pilihan yang berbeda hanya kandungan proteinnya saja, dengan imbangan asam amino terhadap protein sama, telah dilakukan. Pada waktu yang sama pengaruh dari penggunaan ampas sagu terfermentasi (AST) juga dilakukan dan hasilnya diuraikan di bawah ini.

MATERI DAN METODE

Rancangan percobaan petak terpisah (CAMPBELL, 1967), digunakan dalam percobaan ini, dimana faktor utama adalah cara pemberian pakan (pakan lengkap vs pilihan) dan sub faktor adalah kadar ampas sagu terfermentasi (AST; 0 vs 5%) dalam ransum. Ransum percobaan disusun dengan kandungan energi termetabolis (2,900 kkal/kg), kalsium (1%), dan fosfor (0,6%) yang sama. Ampas sagu terfermentasi (AST) disiapkan seperti diuraikan sebelumnya (KOMPIANG et al., 1995). Komposisi ransum percobaan disajikan pada Tabel 1. Pakan nomor 1 dan 2 mengandung kadar protein kasar sebesar 21%, masing-masing dengan atau tanpa 5% ampas sagu terfermentasi, merupakan pakan lengkap. Pakan nomor 3 dan 5 disusun dengan kandungan protein 23%, dengan dan tanpa ampas sagu terfermentasi dan pakan nomor 4 dan 6 disusun dengan kandungan protein 17% dengan dan tanpa ampas sagu terfermentasi.

Pada percobaan ini digunakan 1600 ekor ayam pedaging umur sehari yang dibagi menjadi 4 perlakuan, masing-masing dengan 4 ulangan (100 ekor tidak diseksi DOC/ulangan). Perlakuan A memperoleh pakan lengkap nomor 1, perlakuan B memperoleh pakan lengkap nomor 2, perlakuan C memperoleh pakan pilihan nomor 3 dan 4, dan perlakuan D memperoleh pakan pilihan nomor 5 dan 6. Pada pakan pilihan, kedua jenis pakan diberikan bersamaan pada tempat yang terpisah. Penelitian dilakukan selama 4 minggu, dimana ayam dipelihara dengan sistem litter, pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Data yang dimonitor meliputi konsumsi pakan setiap minggu (untuk pakan pilihan konsumsi masing-masing jenis pakan dijumlahkan), bobot badan setiap dua minggu, FCR (konsumsi pakan/pertambahan bobot badan), PER (konsumsi protein/pertambahan bobot badan), dan ratio konsumsi protein/energi dihitung setiap minggu. Pada data yang diperoleh, untuk menentukan pengaruh perlakuan, dilakukan uji analisa sidik ragam (CAMPBELL, 1967).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan dari ayam percobaan secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan cara pemberian pakan (P<0,01) maupun oleh ampas sagu terfermentasi (P<0,05) (Tabel 2a, b). Pertambahan bobot badan dari ayam yang mempunyai kesempatan untuk memilih pakan, sebesar 890 gram/ekor/4 minggu, lebih tinggi dari ayam yang memperoleh pakan lengkap (835 gram/ekor/4 minggu). Pertambahan bobot ayam yang memperoleh ampas sagu terfermentasi 5%, (888 gram/ekor/4 minggu), lebih tinggi daripada yang tidak memperoleh ampas sagu terfermentasi (837 gram/ekor/ 4 minggu).

Observasi ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana penambahan bahan baku terfermentasi menggunakan A. niger sebagai inokulan, pada tingkat rendah akan memperbaiki pertambahan bobot badan (KOMPIANG et al., 1994; ANTAWIDJAJA, 1997). Pengaruh interaksi antara cara pemberian pakan dan ampas sagu terfermentasi tidak nyata, menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak saling tergantung satu sama lainnya. Pertambahan bobot badan 2 minggu pertama seperti diharapkan secara nyata lebih rendah (P<0,001) dari penambahan bobot 2 minggu terakhir. Pengaruh cara pemberian pakan ternyata tergantung pada periode (interaksi antara periode dan cara pemberian pakan pengaruhnya nyata, P<0,05). Pengaruh cara pemberian pakan baru nampak pada periode 2 minggu terakhir, sedangkan pada 2 minggu pertama tidak terlihat dampaknya. Hal ini menunjukkan bahwa, ayam memerlukan waktu untuk mempelajari kandungan nutrisi dari pakan tersebut. SHARIATMADARI dan FORBES (1993) melaporkan bahwa ayam memerlukan waktu sekitar 6 hari untuk dapat menentukan pilihannya. Seperti pengaruh cara pemberian pakan, pengaruh ampas sagu terfermentasi juga tergantung pada periode (interaksi antara periode dan ampas sagu terfermentasi pengaruhnya nyata, P<0,05). Pada periode 2 minggu pertama pengaruhnya belum kelihatan, dan baru kelihatan pada periode 2 minggu terakhir. Dari percobaan ini belum dapat dijelaskan mengapa hal ini terjadi. Namun perlu diketahui bahwa ampas sagu terfermentasi kemungkinan besar masih mengandung spora Aspergillus niger, sehingga disamping sebagai sumber protein, ampas sagu terfermentasi juga mungkin berfungsi sebagai probiotik, yang mana memerlukan waktu untuk menampakkan pengaruhnya.

Konsumsi pakan

Cara pemberian pakan tidak mempunyai pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap total konsumsi pakan (Tabel 3a, b). Mengingat kandungan energi dari semua pakan adalah 2900 kkal/kg maka konsumsi energipun akan sama untuk semua perlakuan. Observasi ini menunjukkan bahwa, terlepas dari cara pemberian pakan, ayam akan mengkonsumsi energi yang sama sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini selaras dengan teori bahwa ayam mengkonsumsi pakan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Ampas sagu terfermentasi juga tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan (Tabel 3a, b). Hal ini menunjukkan bahwa ampas sagu tidak mempunyai masalah palatabilitas, sama seperti laporan sebelumnya (ANTAWIDJAJA et al., 1997). Interaksi antara cara pemberian pakan dan ampas sagu terfermentasi yang tidak nyata menunjukkan bahwa pengaruh mereka tidak saling terkait. Bila diperhatikan konsumsi mingguan, seperti diharapkan dengan bertambah besarnya ayam, konsumsi juga secara nyata (P<0,001) meningkat dan peningkatannya secara linear dengan persamaan Y = 211X – 104 (Y adalah jumlah pakan yang dikonsumsi dan X adalah periode dalam minggu), selama 4 minggu percobaan.

Interaksi antara cara pemberian pakan dan waktu tidak nyata menunjukkan bahwa pengaruhnya tidak tergantung satu sama lainnya. Antara AST dan waktu diperoleh interaksi yang nyata (P<0,05). Pada minggu pertama tidak ada perbedaan konsumsi pakan antara 5% AST (108 gram/ekor) dengan 0% AST (108 gram /ekor). Sementara itu, pada minggu ke-2 dan 3, pakan dengan 5% AST dikonsumsi masing-masing 292 dan 543 gram/ekor lebih rendah daripada pakan tanpa AST yang masing-masing 305 dan 595 gram/ekor. Pada minggu ke-4 pakan dengan 5% AST dimakan, 740 gram/ekor, lebih banyak dari pada tanpa AST (705 gram/ekor). Dari percobaan ini, belum dapat dijelaskan kenapa hal ini terjadi. Namun konsumsi total selama 4 minggu percobaan, seperti diuraikan di atas, tidak dijumpai perbedaan diantara perlakuan.

Rasio konversi pakan (FCR)

Efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi secara nyata oleh cara pemberian pakan (P<0,05) (Tabel 4a, b). Rasio konversi pakan (FCR) dari ayam yang memperoleh pakan pilihan (1,92) adalah lebih baik dari yang memperoleh pakan lengkap (2,04). Hal ini memberikan indikasi bahwa ayam mempunyai kemampuan menentukan kebutuhannya akan nutriennya selain kebutuhan akan energinya. Hal serupa juga telah dilaporkan oleh peneliti lainnya (COWAN dan MICHIE, 1978; SINURAT dan BALNAVE, 1986; MASTIKA dan CUMMING, 1987). Mengingat perbedaan diantara pakan pilihan hanya pada kandungan proteinnya, maka dapat disimpulkan bahwa ayam dapat menentukan kebutuhannya akan protein.

Pemberian 5% AST secara nyata (P<0,05) (Tabel 4a, b) memperbaiki FCR dari 2,06 menjadi 1,90. Perbaikan ini diperkirakan karena selama produksi AST, selama fermentasi dengan Aspergillus niger, terbentuk berbagai enzim yang membantu pencernaan serta terbentuknya unidentified growth factor (UGF). Enzim-enzim pencernaan komersial banyak diproduksi dari hasil fermentasi Aspergillus niger. Pada fermentasi singkong dengan Aspergillus niger, telah dilaporkan terbentuk berbagai enzim seperti amilase, selulase, mananase, dan fitase (PURWADARIA et al., 1997; 1998). Sudah diketahui bahwa semakin tua ayam tersebut akan semakin memburuk FCRnya, dan pada penelitian ini, hal tersebut juga terbukti. FCR pada 2 minggu pertama 1,74, secara nyata (P<0,001) lebih baik dari nilai FCR pada 2 minggu terakhir (2,06).

Total konsumsi protein

Data perhitungan total konsumsi protein kasar disarikan pada Tabel 5a dan b dimana nampak bahwa perlakuan cara pemberian pakan maupun AST mempunyai dampak yang nyata (masing-masing dengan nilai P<0,01 dan P<0,05). Total konsumsi protein dari ayam yang mempunyai pilihan pakan 7,4% lebih rendah daripada yang memperoleh pakan lengkap, walaupun total konsumsi pakan/energinya sama. Walaupun konsumsi total proteinnya lebih rendah, ayam tersebut mempunyai nilai FCR dan pertambahan bobot badan yang lebih baik. Hal ini memberi indikasi bahwa ada kemungkinan ayam dapat mengefisienkan penggunaan protein dengan mengatur imbangan antara protein dengan energi yang sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan ayam yang menerima pakan lengkap, tidak mempunyai kesempatan untuk mengatur imbangan antara protein dengan energi.

Pemberian 5% AST menurunkan konsumsi protein sebanyak 4,8%, walaupun total konsumsi pakan/energinya sama (Tabel 5a, b). Walaupun konsumsi total proteinnya lebih rendah, ayam tersebut mempunyai nilai FCR dan pertambahan bobot badan yang lebih baik, memberikan indikasi bahwa protein tersebut dapat dicerna secara lebih efisien. Hal ini mungkin sebagai akibat ampas sagu terfermentsai mengandung enzim protease, yang dapat membantu/ mengefisienkan pencernaan protein (DUARTE dan COSTA-FERREIRA, 1994; PURWADARIA et al., 1997; 1998)

Seperti halnya dengan konsumsi pakan, total konsumsi protein juga secara nyata (P<0,001) meningkat secara linear dengan persamaan Y = 1,02X + 0,72 (Y adalah jumlah protein yang dikonsumsi dan X adalah periode dalam minggu), selama 4 minggu percobaan. Pengaruh dari cara pemberian pakan tidak dipengaruhi oleh waktu (interaksinya P>0,05), namun pengaruh dari ampas sagu terfermentasi secara nyata tergantung pada waktu (interaksinya P<0,05). Pada minggu pertama tidak dijumpai perbedaan, namun pada minggu ke-2 dan 3 konsumsi protein total lebih rendah dan pada minggu ke-4 tidak dijumpai lagi adanya perbedaan. Dari percobaan ini belum dapat dijelaskan kenapa ada fenomena tersebut.

Rasio efisiensi protein (PER)

Rasio efisiensi protein (PER) dipengaruhi secara nyata baik oleh cara pemberian pakan (P<0,05) maupun ampas sagu terfermentasi (P<0,05) (Tabel 6a, b). Rasio efisiensi protein dari ayam yang memilih pakan (0,37) adalah lebih baik daripada yang memperoleh pakan lengkap (0,43), menunjukkan bahwa ayam mempunyai kemampuan menentukan kebutuhannya akan protein sesuai dengan kebutuhannya. Hal serupa juga telah dilaporkan oleh peneliti lainnya (COWAN dan MICHIE 1978; SINURAT dan BALNAVE, 1986; MASTIKA dan CUMMING 1987).

Pemberian 5% ampas sagu terfermentasi secara nyata (P<0,05) memperbaiki PER dari 0,42 menjadi 0,38, perbaikan sekitar 10%. Perbaikan ini diperkirakan karena selama produksi ampas sagu terfermentasi, selama fermentasi dengan A niger, terbentuk berbagai enzim yang membantu pencernaan antara lain amilase, protease, mananase dan phytase (DUARTE dan COSTAFERREIRA, 1994; PURWADARIA et al., 1997; 1998)

Seperti halnya dengan FCR, PER juga secara nyata (P<0,001) dipengaruhi oleh waktu, PER pada 2 minggu pertama (0,35) lebih baik dari nilai 2 minggu berikutnya (0,42).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa ayam pedaging dapat menentukan kebutuhannya akan protein. Dengan pemilihan pakan secara bebas, pemeliharaan ayam diberbagai kondisi/suhu lingkungan, akan tetap dapat mengoptimalkan efisiensi penggunaan protein maupun energi, karena ayam mampu mengatur konsumsi protein maupun energinya, sesuai dengan kebutuhan. Ampas sagu terfermentasi, disamping sebagai sumber protein, juga dapat membantu memperbaiki FCR maupun PER, yang kemungkinan sebagai akibat tersintesanya berbagai enzim-enzim pencernaan selama proses produksinya.

Semoga Bermanfaat…

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*